KEKERASAN
PADA ANAK
A. Pengertian Kekerasan
Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin violentia, yang berarti keganasan,
kebengisan, kedahsyatan, kegarangan, aniaya, dan perkosaan (sebagaimana di
kutip Arif Rohman : 2005). Tindakan kekerasan, menunjuk pada tindakan yang
dapat merugikan orang lain. Misalnya, pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan
lain-lain. Walaupun tindakan tersebut menurut masyarakat umum dinilai benar.
Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan sengaja maupun tidak
sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditujukan untuk mencederai atau merusak
orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang
melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma
masyarakat sehingga berdampak trauma psikologis bagi korban.
Menurut Salim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1991) istilah “kekerasan” berasal dari kata “keras” yang berarti kuat, padat
dan tidak mudah hancur, sedangkan bila diberi imbuhan “ke” maka akan menjadi
kata “kekerasan” yang berarti: (1) perihal/sifat keras, (2) paksaan, dan (3)
suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada
orang lain.
Menurut KUHP pasal 89, kekerasan adalah
mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin
secara tidak sah sehingga orang yang terkena tindakan itu merasa sakit yang
sangat.
Menurut Soedjono Soekanto, kekerasan (violence)
diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau
benda. Sedangkan kekerasan sosial adalah kekerasan yang dlakukan terhadap orang
dan barang, oleh karena orang dan barang tersebut termasuk dalam kategori
sosial tertentu.
Menurut Thomas Hobbes, kekerasan merupakan sesuatu yang alamiah dalam
manusia. Dia percaya bahwa manusia adalah makhluk yang dikuasai oleh
dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling iri, serta benci sehingga
menjadi jahat, buas, kasar, dan berpikir pendek. Hobbes mengatakan bahwa
manusia adalah serigala bagi manusia lain (homo homini lupus). Oleh
karena itu, kekerasan adalah sifat alami manusia. Dalam ketatanegaraan,
sikap kekerasan digunakan untuk menjadikan warga takut dan tunduk kepada
pemerintah. Bahkan, Hobbes berprinsip bahwa hanya suatu pemerintahan
negara yang menggunakan kekerasan terpusat dan memiliki kekuatanlah
yang dapat mengendalikan situasi dan kondisi bangsa.
Sedangkan J.J. Rousseau mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia itu
polos, mencintai diri secara spontan, serta tidak egois. Peradaban serta
kebudayaanlah yang menjadikan manusia kehilangan sifat aslinya. Manusia menjadi
kasar dan kejam terhadap orang lain. Dengan kata lain kekerasan yang
dilakukan bukan merupakan sifat murni manusia.
Jadi, dari beberapa pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa kekerasan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh individu
atau kelompok baik langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan seseorang
atau sekeloompok orang tersiksa atau menderita baik batin, jasmani mapun
rohani.
Akar adanya kekerasan : kekayaan tanpa bekerja, kesenangan
tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, perdagangan tanpa moralitas,
ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan dan politik tanpa prinsip.
B.
Definisi
Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan terhadap anak
adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional, atau
pengabaian terhadap anak. Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit (CDC) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau
serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya
yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan
ancaman yang berbahaya kepada anak.Sebagian besar terjadi kekerasan terhadap
anak di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di
sekolah, di lingkungan atau organisasi tempat anak berinteraksi.
Segala bentuk perbuatan atau tindakan terhadap anak yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikis/ mental/ emosional
dan penelantaran termasuk pemaksaan dan merendahkan martabat (Komnas PA, 2005;
Komnas PA 2008).
Kekerasan
terhadap anak adalah perilaku salah baik dari orang tua, pengasuh, atau orang
lain di sekitarnya dalam bentuk perlakuan kekerasan terhadap fisik dan mental
yang termasuk di dalamnya adalah penganiayaan, penelantaran dan eksploitasi,
mengancam, dan hal buruk lainnya yang berpengaruh terhadap fisik dan mental
anak.
C. Macam-Macam
Kekerasan Terhadap Anak
1.
Pengabaian/Kekerasan Psikis
Orang tua
yang seharusnya bertanggung jawab terhadap anak, gagal menyediakan kebutuhan
emosi anak secara tepat. Kebutuhan emosi anak misalnya sentuhan, cinta dan
pengasuhan.
Contoh: Meninggalkan
anak sehari-hari dengan pengasuh tanpa pengawasan,
memberikan time out tidak mengenal batas usia, meninggalkan/membiarkan anak bermain sendiri dalam waktu yang cukup lama, tidak memperhatikan kebutuhan bermain anak sesuai perkembangan usia, memaksa anak belajar tanpa memperhatikan kemampuan kognitifnya, mengatur 'ini itu' untuk anak tanpa mempedulikan keinginannya sendiri, dan lain-lain.
memberikan time out tidak mengenal batas usia, meninggalkan/membiarkan anak bermain sendiri dalam waktu yang cukup lama, tidak memperhatikan kebutuhan bermain anak sesuai perkembangan usia, memaksa anak belajar tanpa memperhatikan kemampuan kognitifnya, mengatur 'ini itu' untuk anak tanpa mempedulikan keinginannya sendiri, dan lain-lain.
2.
Kekerasan Fisik
Perlakukan kasar orang tua secara
fisik terhadap anak, seperti mencubit, menendang, memukul atau mengguncang.
Kekerasan fisik seringkali tidak memiliki batas yang jelas antara menyiksa dan
mendisiplinkan. Fetal alcohol syndrome, atau konsumsi alkohol berlebihan,
merokok, dll saat hamil hingga mengakibatkan bayi lahir cacat, digolongkan
sebagai kekerasan fisik terhadap anak.
Contoh: menghukum
"kenakalan" anak seperti menuang sabun di kamar mandi, tidak mau
makan, mengotori jemuran dan menganggu adik dengan memukul. Kalau nakalnya di
kamar mandi, dipukul dengan gayung. Kalau tidak mau makan, dipukul dengan
sendok atau piring. Kalau mengganggu adik, dipukul dengan mainan, dan lain-lain.
3.
Kekerasan Emosi/Verbal
Kekerasan yang ditujukan untuk
mengendalikan secara verbal dengan cara menakut-nakuti, mengancam, menumbuhkan
rasa bersalah, menghina/ mencemooh, memaksa dan lain sebagainya.
Contoh: Menakut-nakuti: “Jangan main
di kamar mandi, nanti digigit kecoa. Jangan keluar rumah sendirian, nanti
diculik nenek gerandong.
Membodohkan anak: “Aduh, dasar bego!
Sudah ratusan kali ibu bilang, taruh mainan di tempat semula! Bikin ibu darah
tinggi.” Melabel negatif: mengatakan anak pemalas, pelupa, jorok, dll. Motivasi
yang salah: “Memangnya kamu bisa? Ini nggak bisa, itu nggak bisa! Paling pintar
nangis. Dan lain-lain.
4.
Kekerasan Seksual
Kekerasan secara seksual yang
dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak. Antara lain menyentuh bagian tubuh
anak, anak disuruh memegang alat kelamin hingga pemaksaan hubungan seksual.
Contoh: Anak dipaksa melakukan
hubungan seksual dengan tukang kebun rumah, anak diajarkan memegang alat
kelamin paman, dan lain-lain.
D.
Penyebab
Kekerasan Terhadap Anak
Berikut
adalah beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap
anak :
1.
Kekerasan dalam rumah tangga
Jika dalam sebuah keluarga terjadi
kekerasan yang melibatkan ayah, ibu dan saudara lainnya, maka sangat mungkin
seorang anak juga tidak bisa luput dari kekerasan tersebut. Anak seringkali
menjadi sasaran kemarahan dan perilaku kasar lainnya dari orangtua.
2.
Disfungsi
keluarga
Suatu kondisi dimana peran orangtua
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Adanya disfungsi seorang ayah yang tidak
mampu menjadi pemimpin keluarga dan disfungsi seorang ibu yang tidak bisa
berperan sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi. Ketidakmampuan berperan
sebagai orangtua kemudian membawa anak berada dalam kondisi keluarga yang kacau
dan seringkali menjadi sasaran kemarahan dan kekerasan lainnya dari
keluarganya.
3.
Faktor ekonomi
Kekerasan terhadap anak timbul
karena masalah ekonomi. Tekanan ekonomi yang begitu keras membuat orangtua
menjadi stress dan melampiaskannya kepada anak-anaknya.
4.
Persepsi yang salah tentang cara mendidik anak
Masih banyak orangtua di negeri ini
yang mungkin tidak memiliki bekal llmu yang cukup sebelum menikah dalam hal
mendidik anak. Ditambah lagi adanya persepsi yang salah dalam mendidik anak.
Ada sebagian orang yang mungkin mengira bahwa mencubit badan sampai menampar
pipi anak adalah hal yang boleh bahkan perlu dilakukan dalam mendidik anak
supaya menurut. Hal ini sebenarnya merupakan kesalahan besar dalam mendidik
anak dan sekaligus bentuk ketidakmampuan orangtua dalam mengkomunikasikan
sesuatu yang baik dan tidak kepada anak-anaknya.
5.
Regenerasi kekerasan anak
Seorang anak yang di masa kecilnya
seringkali mendapat perlakukan atau tindak kekerasan dari orangtuanya, maka
ketika ia telah tumbuh dewasa, ia berpotensi menjadi calon orangtua yang juga
melazimkan tindak kekerasan (yang dianggapnya wajar karena ia sering
mengalaminya dari orangtua nya dulu) kepada anak-anaknya.
Penyebab
kekerasan terhadap anak juga dipaparkan oleh Ketua Umum Komisi Nasional
Perlindungan Anak. Arist Merdeka Sirait memaparkan ada empat penyebab utama
terjadinya kekerasan terhadap anak.
Pertama,
penyebabnya ia katakan ada anak yang berpotensi menjadi korban. "Ada anak
nakal, bandel, tidak bisa diam, tidak menurut, cengeng, pemalas, penakut. Anak-anak
seperti inilah yang sangat rentan oleh kekerasan fisik dan psikis.
Karena ada
faktor bawaan seperti anak tersebut memang hiperaktif, selain itu ada faktor
dari ketidaktahuan orangtua, maupun guru sebagai pendidik anak-anak,"
jelasnya saat memberikan materi dalam seminar Perlindungan Terhadap Anak di
Convention Hall Hotel Grasia, Sabtu (14/2/2015).
Penyebab kedua,
Arist katakan ada anak atau orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku
kekerasan. Ia menjelaskan untuk anak yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan
disebabkan oleh beberapa hal yakni meniru atau mengimitasi dari orangtua,
teman, siaran televisi, video game, film. Selain itu, pernah mengalami sebagai
korban bullying dari sesama anak, korban kekerasan dari anak dewasa, dan adanya
tekanan dari kelompok.
Sedangkan untuk
orang dewasa yang berpotensi menjadi pelaku, Arist menggolongkan menjadi dua
yakni pelaku kekerasan fisik psikis dan pelaku kekerasan seksual.
Dalam golongan
pelaku kekerasan fisik maupun psikis, biasanya disebabkan oleh faktor
kepribadian. Contohnya otoriter, kaku, kasar, agresif. Selain itu, bisa
disebabkan adanya tekanan pekerjaan, ekonomi, masalah keluarga dan lain-lain.
Dalam golongan
pelaku kekerasan seksual, Arist kembali menjelaskan penyebabnya terdiri dari
faktor pengaruh pergaulan teman, kelainan biologis, problem seksual dalam diri
atau dalam keluarga, dan pengaruh akses pornografi maupun miras.
"Yang
ketiga, adanya peluang kekerasan tanpa pengawasan atau perlindungan. Biasanya,
hal tersebut sering dialami oleh anak-anak yang tinggal dengan pembantu, ayah
atau ibu tiri, maupun paman atau saudaranya. Peluang terjadinya kekerasan
fisik, psikis maupun seksual ada banyak sekali penyebabnya, karena memang tidak
ada pengajaran potensi bahaya, anak dibiarkan bermain dengan orang dewasa tanpa
diawasi sehingga mereka dengan bebas bisa dipeluk, dipangku oleh siapa saja dan
lain-lain," jelasnya.
Penyebab keempat
karena adanya pencetus dari korban dan pelaku. Contohnya, adanya pencetus dari
korban, biasanya anak-anak rewel, aktifitas mereka berlebihan, tidak menurut
perintah, merusak barang-barang. Perilaku tersebut umunya mencetuskan kekerasan
fisik dan psikis. Kalau ciri-ciri anak ke toilet sendiri, berpakaian seksi,
sering dipeluk dan dipangku, dapat mencetuskan kekerasan seksual.
Sedangkan
terkait pencetus yang berasal dari pelaku, untuk kekerasan fisik dan psikis
biasanya disebabkan oleh kondisi dalam keadaan tertekan, ekonomi, masalah rumah
tangga. Lanjutnya, pencetus kekerasan seksual dikarenakan adanya rangsangan oleh
pornografi maupun pengaruh minuman keras dan dorongan seksual yang tak
tersalurkan.
Penulis:
Daniel Ari Purnomo
Editor:
iswidodo
Sumber:
Tribun Jateng
Kekerasan terhadap anak memiliki dampak
yang luar biasa. Ada anak yang menjadi negatif dan agresif serta mudah
frustasi; ada yang menjadi sangat pasif dan apatis; ada yang tidak mempunyai
kepibadian sendiri; ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada
pula yang timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain
itu, bisa terjadi adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh
kurang normal juga rusaknya sistem syaraf. Anak-anak korban kekerasan umumnya
menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan perilaku menyimpang di kemudian
hari. Bahkan, Komnas PA (dalam Nataliani, 2004) mencatat, seorang anak yang
berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki keinginan untuk
membunuh ibunya.
E.
Solusi Mencegah Kekerasan
Terhadap Anak
Agar anak
terhindar dari bentuk kekerasan seperti diatas, perlu adanya pengawasan dari
orang tua, dan perlu diadakannya langkah-langkah sebagai berikut:
1.
OrangTua menjaga agar anak-anak tidak menonton/meniru
adegan kekerasan karena bisa menimbulkan bahaya pada diri mereka. Beri
penjelasan pada anak bahwa adegan tertentu bisa membahayakan dirinya.
Luangkanlah waktu menemani anak menonton agar para orang tua tahu tontonan
tersebut buruk atau tidak untuk anak.
2.
Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari
terjadinya kekerasan terhadap anak adalah kurangnya perhatian terhadap anak.
Namun hal ini berbeda dengan memanjakan anak.
3.
Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama
mengajarkan moral pada anak agar berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak
tersebut tidak menjadi pelaku kekerasn itu sendiri.
4.
Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan
berikan dorongan pada anak agar bicara apa adanya/berterus terang. Hal ini
dimaksudkan agar orang tua bisa mengenal anaknya dengan baik dan memberikan
nasihat apa yang perlu dilakukan terhadap anak, karena banyak sekali kekerasan
pada anak terutama pelecehan seksual yang terlambat diungkap.
5.
Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti
jangan terima ajakan orang yang kurang dikenal dan lain-lain.
6.
Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak.
Ingatlah bahwa seorang anak tetaplah seorang anak yang masih perlu banyak
belajar tentang kehidupan dan karena kurangnya kesabaran orang tua banyak kasus
orang tua yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya sendiri.
7.
Berpikirlah
sebelum bertindak. Kita sebagai orang tua tentu harus bisa berpikir
dengan jernih pada saat anak kita melakukan kesalahan, hukuman apa yang mungkin
bisa mendidik anak agar tidak melakukan kesalahan lagi tanpa harus disertai
dengan kekerasan.
8.
Minta pendapat orang lain. Pada saat
kita emosi sebaiknya kita menghindar dulu dari anak kita dan mintalah pendapat
pada teman atau saudara kita bagaimana sebaiknya kita bersikap atau
perbanyaklah membaca tentang tahap kembang tumbuh anak agar kita bisa memaklumi
yang dilakukan oleh anak kita.
9.
“Memberi pengertian dan penjelasan
kepada anak tentang bagian tubuh mana yang tidak boleh di pegang oleh orang
lain merupakan salah satu hal yang bisa dilakukan untuk pencegahan dini,” ujar
Psikiater Anak dan Remaja Dr Suzy Yusna Dewi.
10. Orangtua
juga seharusnya menyadari atau lebih peka, tentang gejala yang dialami oleh
anak. Gejala tersebut bisa terdeteksi secara kasat mata, perubahan perilaku
contohnya.
11. Adapun
cara orangtua untuk melindungi anak dari predator seksual yaitu mencari tahu
apakah ada seorang pedofil yang tinggal di sekitar rumah, kemudian mengawasi
berbagai kegiatan anak. Menggunakan cctv juga bisa jadi cara alternatif
mencegah kekerasan anak di rumah. Mengajari anak tentang pentingnya
perlindungan diri juga jadi salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekerasan seksual.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anantasarie.,
Menyikapi Perilaku Agresif Anak, Yogyakarta: KANISIUS,2006.
2. http://www.ssbelajar.net/2012/03/kekerasan.html
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan
4. http://jendelaummahat.blogspot.co.id/2014/03/refleks-memukul-mengomel-berteriak-dll.html
5. https://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak
6. http://www.siputnegeri.web.id/2015/07/pengertian-kekerasan-terhadap-anak-dan.html
7. http://jateng.tribunnews.com/2015/02/14/empat-faktor-penyebab-terjadinya-kekerasan-terhadap-anak
8. https://kakarisah.wordpress.com/2010/03/09/10/
9. http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151024103940-277-87009/cara-pencegahan-dini-kekerasan-seksual-pada-anak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar